Mahasiswa & Apatisme

Mahasiswa & Apatisme

Oleh :

Koko Prianto

 

,Ketika saya masih SMA dulu ketika mendengar kata “Mahasiswa” yang terbayang adalah sebuah titel yang begitu keren, titel yang begitu we o we. Bagaimana tidak?. Saya beranjak dewasa mendengar kisah-kisah mahasiswa dari guru SMA, yang memaksa turun rezim Soeharto. Saya diceritakan kisah bagaimana mahasiswa memegang peranan penting dalam menentukan arah berjalannya negara Indonesia ini. Apa jadinya kalau titel ini sudah tidak begitu prestigius lagi?. Dan hal itu bukan disebabkan oleh faktor eksternal, namun karena sikap dan tindakan para pemilik titel ini.

Ketika mahasiswa apatis, mahasiswa hanya kuliah pulang kuliah pulang (kupu-kupu). Ketika mahasiswa sulit membedakan dirinya dengan ondel-ondel (dandan), ketika mahasiwa cuma belanja sana-sini (hedon). Masih pantaskah titel mahasiswa dipandang sebegitu tingginya?. Dan jika anda mahasiwa maka anda tau jawabannya, mahasiswa ini tak lebih dari mayat ber-almamater.

Kita tahu, dalam banyak konsepsi kemahasiswaan bahwa mahasiswa itu bukan hanya insan akademisi yang hanya bertuntut untuk menguasai materi. Tapi lebih luasnya lagi mahasiwa itu merupakan agen of change, agen sosial control dan banyak lagi fungsi yang fundamental dari mahasiwa itu sendiri. Dimana dari semua fungsi ini merupakan penerapan dari segala hal yang kita dapatkan dari bangku perkuliahan.

Apatis itu tragis, apalagi jika hal ini melanda mahasiswa. Ketika mahasiswa sudah apatis terhadap permasalahan disekitarnya, hilanglah esensi akademisi yang seharusnya melekat erat disetiap mahasiswa. Mahasiswa akan menjadi sekedar titel tanpa isi, tak lebih dari mesin yang cuma bisa baca textbook dengan output Indeks Prestasi (IP) yang bisa dibanggakan. Semua cenderung menjadi trivial, ketika proses belajar tidak disertai dengan kepedulian terhadap permasalahan sekitar. Ilmu-ilmu yang didapat seharusnya bisa lebih berguna daripada sekedar mencari upah kerja nanti setelah lulus kuliah.

Mahasiswa cenderung apatis tidak lepas dari berbagai hal yang mempengaruhi. Menurut saya, ada beberapa alasan mengapa seorang menjadi apatis.

  1. Saya mempuanyai seorang teman. Dia dari keluarga biasa-biasa saja dan dia kuliah dengan biaya sendiri, bekerja membanting tulang demi kuliahnya. “Rasanya saya mau ikut organisasi, tapi tak punya waktu nih masalahnya”. Ungkapnya beberapa padaku. Dia ingin, tetapi tidak bisa. Dan dia memutuskan untuk menjadi apatis karena keadaan ekonomi.
  2. Karena tidak tahu. Seringkali kita tidak mau melakukan sesuatu karena tidak tahu manfaatnya. Kita apatis karena kita tidak tahu apa manfaatnya kalau kita menjadi aktivis. Kita mengangap itu perbuatan yang sia-sia, karena itulah kita memilih menjadi apatis (tidak tahu apa tidak mau tahu?).
  3. Kedua poin alasan di atas saya masukan kategori masih lumayan baik. Namun, untuk alasan yang ini, saya berpendapat berbeda. Malas, egois, tidak peduli, semau gue, yang penting gue seneng, dan sederet alasan lain itu adalah virus mematikan bagi kemanusiaan dan daya kritis mahasiswa.

Kalau boleh mengklasifikasikan mahasiswa, menurut saya, mahasiswa itu dibagi menjadi:

yang pertama adalah mahasiswa kutu atau mahasiswa yang akademis. Mahasiswa jenis ini hobinya kuliah dan ngerjain tugas serta cuek dengan aktifitas lainnya. Nama lainnya ialah kutu buku. Kutu buku menghabiskan 4 tahun waktu kuliahnya, bahkan kadang kurang dari itu. Hanya untuk masuk kelas, ngerjain tugas, ikut ujian, dan wisuda.

Selanjutnya dalah mahasiwa kupu-kupu alias kuliah pulang kuliah pulang. Jenis ini mirip kutu buku. Bedanya, jenis ini tidak terlalu cinta buku seperti kutu buku. Kupu-kupu, kuliah hanya untuk cepat lulus dan dapat kerja.lain dari itu gak penting. Mereka biasanya masih suka maen diwaktu senggang. Soal nilai kuliah mahasiswa kupu-kupu variatif, ada yang oke dan ada juga yang gak oke. Mahasiswa kupu-kupu biasanya kalau dikelas menggunakan rumus 3D (duduk, dengar, diam), ditambah rumus CP (catet terus pulang).

Selanjutnya adalah mahasiswa hedon atau mahasiwa kunang-kunang (kuliah nangkring-nangkring). Nah ini ni yang paling banyak kita jumpai. Bagi mereka kuliah adalah saat yang tepat untuk bergembira ria, kebiasaan kalau ke kampus datengnya males tapi pulangnya paling cepet. Jenis ini sangat mementingkan fashion.

Selanjutnya adalah mahasiwa aktifis kura-kura (kuliah rapat kuliah rapat), kalau jenis ini lebih unik lagi, jumlahnya minoritas. Tapi, bisa dikenali ciri-ciri umum aktifis, anda semua tentunya sudah pasti tau. Ya . . mereka adalah orang-orang yang suka berorganisasi, tak jarang juga suka berdebat dan gak pusing dengan penampilan. Aktifis kemana-mana bawa tas yang isinya perlengkapan survive (handuk, sikat gigi, sabun mandi, charge hp, proposal, dan alat tulis) dan rata-rata sholatnya jamak. EHM… SALAM TEPOK JIDAT!!!!

Tinggalkan komentar